
Edisi Spesial Ramadhan Vol. 12
Zakat menurut bahasa berarti membersihkan dan berkembang. Zakat secara istilah berarti kadar harta tertentu yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Sedangakan fitrah dapat diartikan dengan suci, dan bisa juga diartikan dengan asal kejadian manusia. Maka dari pengertian di atas dapat ditarik dua pengertian tentang zakat fitrah. Pertama, zakat fitrah merupakan zakat yang dikeluarkan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan dan perilaku keji. Kedua, zakat fitrah adalah karena sebab ciptaan, yang berarti dwajibkan untuk semua orang yang lahir ke bumi selama mereka mereka mempunyai persediaan makanan di malam Idul Fitri, sebanyak satu sha atau 3,5 liter dari makanan yang menyenangkan di setiap negara.
Islam merupakan agama yang sangat sempurna, syariatnya merupakan hukum-hukum yang ditetapkan untuk ketertiban, kedamaian, hingga kemaslahatan hidup manusia. Maka dari itu kandungan al-Quran terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu aqidah, khuluqiyah, dan ‘amaliyah. Bagian ‘amaliyah dari kandungan al-Quran dalam sistematika hukum dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu ibadah dan muamalah. Hukum ibadah dan muamalah yang telah ada dalam al-Quran untuk menjaga hak manusia dari kezaliman manusia lainnya. Dalam hal kebutuhan hidup dengan harta misalnya, umat Islam dituntut untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekundernya sendiri. Akan tetapi, bila tidak mampu maka saudaranya sesama muslimlah yang memiliki kewajiban untuk memenuhinya. Dengan ini, maka akan terwujud kesejahteraan masyarakat dan hilangnya kejahatan yang disebabkan oleh kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.
Setiap hukum yang Allah tetepkan pasti ada hikmah dan tujuan yang sangat berkontribusi besar dalam kelancaran hidup manusia. Layaknya syahadat, shalat, puasa, dan pergi haji ke tanah suci, zakat fitrah merupakan perintah Allah yang urgensinya sangat tinggi hingga menjadi salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Muslim di dunia yang mampu melakukannya. Zakat fitrah bukanlah sebuah tujuan, tapi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam mewujudkan keadilan sosial. Kewajiban zakat fitrah tidak hanya berhubungan dengan ibadah mahdhah saja melainkan merupakan amal sosial yang berkaitan dengan masyarakat luas. Seperti sabda Rasulullah Saw:
عن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال: «سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمدا عبد ه ورسوله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان،» رواه البخاري ومسلم.
Atas dasar inilah Abu Bakar Ash-Shidiq menindak tegas orang-orang yang tidak mau membayar zakat, bahkan memerangi mereka.
Zakat sering dikaitkan dengan shalat dalam al-Quran. Dimana sholat merupakan wujud hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, dan zakat merupakan wujud hubungan antara hamba, Tuhannya, dan manusia lainnya. Seperti firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah:43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِين
Dari sini dapat terlihat bahwa hukum Islam sangat memperhatikan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dengan ini hukum Islam membagi umat muslim menjadi dua kelompok; kelompok yang harus mengeluarkan zakat dan kelompok yang berhak menerima zakat. Adapun kelompok wajib mengeluarkan zakat adalah orang-orang muslim, merdeka, yang hartanya telah mencapai batas minimum untuk wajib mengeluarkan zakat. Adapun golongan yang berhak menerima zakat adalah fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang dan sama sekali tidak mampu melunasinya, orang yang berjuang di jalan Allah, dan musafir.
Dalam perspektif maqhasid al-syari’ah zakat jelas merupakan suatu kewajiban yang dapat memenuhi kesejahteraan umat manusia. Dimana dengan pendekatan tersebut manusia dapat melihat nilai-nilai berupa kemaslahatan manusia dalam setiap taklif yang diturunkan Allah Swt. pada hamba-Nya. Tapi sayang, banyak umat muslim yang tidak menyadarinya dan menganggap taklif yang diturunkan Allah merupakan suatu beban yang hanya menyusahkan dirinya, bukan sesuatu yang mempermudah dirinya.
Dapat dianalogikan seperti manusia yang hidup di dalam pagar. Ada sebagian manusia yang menganggap pagar itu sebagai pelindung dirinya dari berbagai bahaya yang ada di luar, dengan mengetahui hikmah dipasangnya pagar dia menyadari bawa pagar itu mempermudah kehidupannya. Dan ada pula yang menganngap bahwa pagar itu merupakan kekangan karena ia tidak mengetahui hakikat sebenarnya, tujuan dipasangnya pagar di sekitarnya.
Idul Fitri merupakan hari raya seluruh umat Islam di dunia. Semua merasa bahagia, terasa seperti baru terlahir kembali di dunia. Semua telah berhasil menaklukkan kewajiban di bulan Ramadhan untuk berpuasa sebulan penuh, mensucikan diri, mendekatkan diri pada Allah, hingga mencapai puncaknya di Idul Fitri. Idul Fitri merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Di hari itu umat Islam tidak diperbolehkan berpuasa, menahan lapar di hari yang penuh dengan kemenangan. Setelah berlapar-lapar merasakan pahitnya kehidupan orang-orang yang tidak mampu. Di hari itu, semua orang tanpa terkecuali merasakan nikmatnya makanan dan kesenangan yang dirasakan oleh orang-orang kaya. Sungguh Allah Maha Adil. Bayangkan jika tidak ada kewajiban zakat fitrah bagi umat muslim, betapa sedihnya orang-orang yang kurang mampu, setelah berlapar-lapar sebulan penuh, mereka harus berlapar-lapar kembali di hari yang penuh dengan kemenangan. (Rizka Salzabila/ Mahasiswi Universitas Al-Azhar Jurusan Psikologi)