Bulan Ramadhan, momentum yang amat sangat dinantikan oleh umat muslim dan mu’min diseluruh dunia. Hanya saja, sebagian dari kita masih menganggap bahwa bulan suci ini sebagai rutinitas ibadah tahunan semata dan tidak memaksimalkan kebaikan-kebaikan di dalamnya. Kita tahu dan sudah belajar bahwasanya puasa dan ibadah-ibadah yang ditunaikan ketika bulan Ramadhan mengandung hikmah dan keutamaan yang berlipat ganda.
Salah satu keutamaan tersebut disampaikan dalam riwayat Abu Hurairah yang menjelaskan tentang terbukanya pintu-pintu surga serta ditutupnya segala pintu neraka. Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ، فُتِحَتْ أبْوَاب الجَنَّةِ، وَغُلِّقَتْ أبْوَابُ النَّارِ، وَصفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ. (متفق عليه)
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Apabila Ramadan datang maka pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, serta setan-setan dibelenggu.” (Muttafaq Alaih)
Hakikatnya, Allah mewajibkan kita berpuasa karena belas kasih dan rahmat Allah kepada kita, sama halnya belas kasih orang tua terhadap anaknya. Orang tua akan bertindak tegas jika anaknya tak mengikuti perintah. Orang tua akan melarang anaknya minum es jika sang anak sedang sakit batuk atau pilek, itu bertujuan agar sang anak cepat sembuh dari sakit yang dideritanya. Sang anak tentu tak mengerti tentang larangan tersebut. Ia hanya mengerti, bahwa minum es itu enak dalam keadaan apapun. Itu karena sang anak tak memiliki pengalaman dan pengetahuan sebagaimana pengalaman dan pengetahuan orang tua.
Begitu juga Allah terhadap hamba-Nya, perintah puasa ini semata-mata untuk kebaikan para hamba-Nya. Allah mewajibkan kaum muslimin di seluruh dunia untuk berpuasa pada bulan Ramadhan demi kepentingan hamba-Nya seperti yang telah tertuang dalam firman Allah surat Al-Baqarah Ayat 183:
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Dalam ayat ini, tujuan kita berpuasa adalah agar kita meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya. Maksudnya, mengikuti perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Baik saat kita sendirian maupun tidak sedang sendirian. Itulah hakikat berpuasa. Namun sayangnya, beberapa dari umat muslim setelah berakhirnya bulan suci Ramadhan tidak sedikit diantara mereka kembali melakukan aktivitas-aktivitas sebelumnya yang cenderung menggiring kepada kemaksiatan. Mereka menganggap bahwa perkara yang dilarang di bulan suci Ramadhan, dihalakan setelah bulan Ramadhan. Naudzublillah tsumma naudzubillah. Seharusnya setelah Ramadhan tingkat amal baik mereka bertambah dan dorongan untuk menjauhi larangan Allah meningkat.
Penyebabnya tak lain karena mereka belum faham dengan hakikat Ramadhan itu sendiri. Seperti yang dipaparkan diatas, bahwa puasa di bulan Ramadhan itu akan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Kalau dikaji lebih dalam, taqwa merupakan sifat yang urgen dalam kehidupan beragama. Orang akan tetap tenang hidupnya jika memiliki sifat taqwa dalam dirinya. Apapun bentuk cobaannya. Entah orang itu kurang mampu, kelaparan, ditindas dan diuji sedemikian rupa, orang tersebut tetap tenang dalam menjalaninya.
Jika kita termasuk orang-orang yang berpuasa di bulan suci Ramadhan namun tidak membuat iman dan taqwa kita bertambah, tentu ada yang harus diintrospeksi dan dikoreksi dalam diri kita. Dalam surat Al-Baqarah Ayat 269 Allah berfirman:
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). Menurut ahli tafsir, makna kata hikmah adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, sedangkan Ulul Albab diartikan sebagai sekelompok manusia yang diciptakan oleh Allah SWT dengan segala kelebihannya serta manusia yang mau menggunakan akal pikirannya untuk mengambil faedah, hidayah dan menggambarkan keagungan Allah SWT, atau dengan kata lain ialah berpikir dan berzikir.
Dengan demikian, jelas sudah penyebab mereka yang tak tetap taqwanya setelah Ramadhan, itu karena tidak memilliki hikmah dalam dirinya, melakukan ibadah di bulan Ramadhan sekedar kewajiban. Asal tidak berdosa semata. Setelah kewajiban dilaksanakan, orang tersebut tidak meningkat taqwanya dan tidak memikirkan hikmah yang terkandung dalam perintah Alqur’an dan sunnah. Akibatnya, ibadah yang dikerjakannya hanya sampai tenggorokannya dan tidak sampai pada hatinya. Maka dari itu, agar bulan Ramadhan ini menjadikan kita mu’min yang ulul albab, marilah kita sibukkan diri kita dengan menghadiri kajian-kajian ataupun talaqqi kepada Syekh ataupun ustadz kita. dan kita sibukkan dengan hal-hal yang positif. Semoga kita termasuk dari golonagan Ulul Albab. Aamiiin…..
Penulis : Wahyu Cahyo
Editor : Dimas Dwi Gustanto