Masjid Al-Azhar saat pertama kali dibangun hanya sebuah shahnul (pelataran) masjid terbuka yang berbentuk persegi panjang yang dikeliling 3 dzillah (bangunan dengan atap untuk berteduh), yang paling besar adalah dzillah kiblat yang terdapat mihrab di dalamnya.

Dzillah Kiblat terdiri dari 5 ruwaq (serambi) yang sejajar dengan dinding kiblat sehingga memotong membentuk koridor masjid. Di atas “Dzillah Kiblat” terdapat 3 kubah, satu di tengah tepat di atas mihrab dan dua di ujung koridor.
Pada awalnya masjid Al-Azhar hanya mempunyai 3 pintu, pintu utama di tengah sebelah Utara dan 2 pintu lainnya terdapat di samping yang berada di dzillah sisi kanan dan kiri.
Bentuk bangunan Al-Azhar tetap seperti itu hingga pada zaman Khalifah Al-Hafidz Li Dinillah dengan menambah satu dzillah, maka sejak saat itu Al-Azhar memiliki 4 dzillah yang mengeliling shahnul masjid.

Selain itu Al-Hafidz Li Dinillah juga menambah kubah yang dikenal dengan “Kubah Fatimiyah”, kubah ini terletak di tengah-tengah ruwaq dengan dekorasi hiasan tanaman dan khat kufi dari dalam kubah, dan kubah ini merupakan kubah paling lama yang masih tersisa dengan hiasan dari dalam.

Masjid Al-Azhar pertama kali dibangun sebagai masjid resmi untuk Dinasti Fatimiyah yang baru memerintah Mesir. Selain itu juga sebagai pusat ruh dan penyebaran madzhab syiah di Mesir.
Pada zaman Khalifah Al-Aziz Billah, Al-Azhar digunakan pertama kali sebagai lembaga pendidikan ilmiah. Perdana Menteri Ya’qub bin Killis merupakan orang pertama yang mempunyai ide ini ketika meminta izin kepada khalifah pada tahun 378 H/ 988 M untuk menjadikan Al-Azhar tempat para ahli fiqih membuat majlis ilmu dengan mengaji buku dan belajar.
Selain menjadi kepala dan pengurus masjid kegiatan ilmiah di Al-Azhar, Ya’qub bin Killis juga memberikan gaji kepada para pengajar, membangun rumah tinggal untuk mereka di sekitar masjid Al-Azhar. Jumlah para pengajar mencapai 37. Mereka membuat halaqah ilmiah dari setelah Shalat Jumat hingga Shalat Ashar.
Pemberhentian Shalat Jumat di Masjid Al-Azhar di Zaman Dinasti Ayyubiyyah
Kegiatan keagamaan masih berlangsung hingga runtuhnya Fatimiyah oleh Sultan Shalahudin Al-Ayubbi yang sebelumnya adalah Menteri Khilafah Fatimiyah dengan bermadzab Sunni Syafi’i.
Pada zamannya semua kegiatan dan renovasi diberhentikan. Seperti juga menghentikan shalat dan khutbah Jumat di Masjid Al-Azhar dengan cukup memusatkannya di Masjid Hakim bi Amrillah; hal ini berdasarkan dengan madzhab syafi’iyyah yang melarang dua Khutbah Jum’at di dalam satu wilayah, dan juga karena luas Masjid Al-Azhar lebih kecil dari Masjid Hakim bi Amrillah. Apalagi setelah bertambahnya jumlah penduduk Kairo pada waktu saat ini.
Sebab lain yang sebenarnya dari pemindahan kegiatan agama dan politik dari Masjid Al-Azhar ke Masjid Hakim bi Amrillah adalah ide Sultan Shalahudin Al-Ayubbi dalam melemahkan pengaruh madzhab syiah di Mesir.
Sultan Shalahuddin juga membangun banyak madrasah baru, yang pertama kali di bangun adalah Madrasah An-Nashiriyyah yang dibangun pada tahun 566 H di samping Masjid Amru bin Ash untuk pengajaran Fiqih Syafi’i.
Begitu pula Madrasah Al-Qamhiyah (Fiqih Maliki) di Faiyum, yang terkenal bahwa Sejarawan Ibnu Khaldun mengajar di sana. Kemudian banyak para sultan, amir dan orang-orang tinggi yang berlomba-lomba membuat madrasah di Kairo dan Mesir hingga membuat Al-Azhar kehilangan pamornya sebagai kegiatan ilmiah pada masa Dinasti Ayyubiyyah.
Namun walaupun kegiatan agama sudah dipindah, dan kegiatan ilmiah di masjid Al-Azhar mengalami kemunduran selama 100 tahun di masa Dinasti Ayyubiyyah, Al-Azhar masih digunakan sebagai kegiatan ilmiah yang tidak berhubungan madzhab syiah seperti Bahasa Arab, Kedokteran, Matematika, Mantik, Filsafat, dsb. (Tri Wi Farma/Mahasiswa Jurusan Peradaban di Universitas Al-Azhar)
Referensi:
Muhammad Ali Abdul Hafidz, Al-Atsar Al-Arabiyyah Al Islamiyyah Hatta Muntashof Al-Qarni As-Sabi’ Al-Hijri, Mathba’at Al-Thayyib, Kairo: 2020. Hal 94-95.
Ibnu Abdul Dzahir, Ar-Raudhah Al-Bahiyah Az-Zahirah fii Khuthathi Al-Muizziyah Al-Qahirah, Tahqiq Aiman Fuad Said, Jilid 1, Kairo: 1996.
Su’aad Mahir Muhammad. Masajidu Misr wa Auliya’aha al-Sahalihuun, jilid 1. Majlis al-A’la li al Syuun al- Islamiyyah. Kairo: 2014. Hal 165-168.