Edisi Spesial Ramadhan Vol. 10
Sebagaimana surya yang selalu menemani hangatnya pagi, senjapun memiliki caranya sendiri untuk turut menghidupkan hari-hari di bulan yang suci ini. Kawan, izinkan aku bercerita tentang kumandang senja Ramadhan di Nadi Gamalia yang berhasil menghanyutkan ratusan kaum Adam dan Hawa.
Kembali mengingat hari itu, deretan meja beserta bangkunya memenuhi pekarangan Nadi Gamalia. Satu, dua, tiga hamba Allah berangsur-angsur memenuhi tempat sepetak itu.
Tak terhitung hitungan jam, pekarangan Nadi Gamalia yang sebelumnya kosong sudah dipenuhi dengan ratusan kaum muslimin. Perbincangan diantara orang-orang yang saling bertukar sapa pada hari itu, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an pun turut menemani waktu, menunggu datangnya kumandang senja Ramadhan.
“Maidaturrahman”, begitu orang menyebut tempat itu. “Maidah” yang berarti meja makan dan “Al-Rahman” yang berarti Maha Pengasih. Diambil dari Al-Quran surat Al-Maidah ayat 114-115 dimana Allah Swt menurunkan “maidah” kepada Nabi Isa As, sebagai bukti kebenaran untuk seluruh umat manusia. Di sisi lain, kata “Al-Rahman” yang berarti Maha Pengasih penuh dengan ajakan dan nuansa untuk menebar kasih sayang antar sesama umat manusia. Menjadi salah satu ciri khas utama bulan Ramadhan yang diadakan hampir secara merata di seluruh penjuru Mesir. Tenda-tenda “maidaturrahman” yang menghiasi sebagian besar jalan-jalan utama Mesir dapat terlihat sepanjang bulan Ramadhan.
Senja Ramadhan yang ditunggu pun berkumandang, datangnya diiringi dengan naungan “Rahman” sebagaimana artinya. Nyaring suara doa kaum muslimin menyambut waktu berbuka, mengakhiri “imsak” pada hari itu. Para petugas pun berbondong-bondong mempersiapkan “maidah” yang sebagai judul utamanya.
Terlihat sederhana, sekotak nasi beserta lauknya, ditemani dengan sunah 3 biji kurma, dan minuman seadanya. Namun, hal itu tak sebanding dengan kegembiraan, kehangatan, bahkan perasaan tawakkal, berserah, menikmati indahnya bulan suci, Ramadhan, yang terasa, hadir, menyelimuti dinginnya senja, menyambut malam di atas pekarangan Nadi Gamalia.
Kawan, andaikan bisa kubagikan luapan emosi sore itu, perasaan yang tak terbendung ini bisa saja memenuhi perasaan kita bersama, tak habis dibagikan layaknya “Al-Rahman” yang menjadi asas hadirnya kebersamaan ini.
Kucukupkan kisahku pada tanda titik sebelum paragraf ini. Lain hari, luangkan waktumu. Mari sejenak kita nikmati kumandang senja Ramadhan di Nadi Gamalia. Salam hangat dari kawanmu. (Almas Shopia/ Mahasiswi Universitas Al-Azhar Jurusan Psikologi)