Universitas Al-Azhar merupakan salah satu universitas tertua di dunia. Manhajnya dalam menyebarluaskan ajaran agama Islam banyak diminati oleh pelajar-pelajar muslim dari berbagai negara, yaitu moderat. Dengan manhajnya ini, lahir banyak ulama dan para tokoh intelektual yang tau agama, yang sedikit banyaknya mampu memberi dampak positif bagi lingkungannya. Maka tak heran, jumlah pelajar Al-Azhar terus meningkat setiap tahunnya. Bukan hanya dari negara-negara Timur Tengah, pelajar Al-Azhar datang dari berbagai macam benua.
Melihat pesatnya perkembangan jumlah pelajar dan mahasiswa, maka muncullah gagasan bahwa diperlukannya tindakan untuk menaungi para duta Azhar tersebut dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti kamar, rumah sakit, perpustakaan, masjid, dsb.
Gagasan ini mendapat respon yang sangat baik. Pada November tahun 1954, Dewan Perdana Mentri Mesir mengeluarkan keputusan untuk dibangunnya asrama khusus mahasiswa asing Universitas Al-Azhar, yang pada akhirnya dinamai Madinatul Bu’uts al Islamiyyah atau yang sering disebut dengan Bu’uts. Sekarang, asrama di bawah naungan Universitas al-Azhar ini terdapat di dua ibukota Mesir, yaitu Alexandria dan Kairo, dan sedang dicanangkan pembangunan asrama ketiga di ibukota Qina. Di Kairo, asrama ini terletak di Jalan Ahmad Saeed, Hayy Abbasiyyah, dekat dengan Masjid Al-Azhar.
Pembangunan asrama di Kairo ini dimulai pada tahun 1954 dan mulai dihuni pada 15 September tahun 1959, yaitu saat pemerintahan Presiden Gamal Abd Nasheer dan Grand Syekh Mahmud Syaltut, dengan jumlah pemukim pertama kurang lebih 5000 orang pelajar dari 40 negara.
Selain menaungi sejumlah pelajar asing, pendirian asrama ini juga bertujuan untuk mempererat persaudaraan pelajar antar negara, salah satunya dengan mengadakan nadwah dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat menunjang keakraban antar pelajar suatu negara dengan negara lainnya.
Kegiatan-kegiatan asrama ini berlangsung di bawah naungan Grand Syekh Al-Azhar, bahkan tak jarang utusan/perwakilan Grand Syekh datang ke asrama para dutanya hanya sekedar melihat-lihat kondisi sekitar atau bahkan mendengarkan keluh kesah mereka.
Pada masa pemerintahan Presiden Sisi dan Syekh Ahmad at Thayyeb, tepatnya pada April 2016, keluar pernyataan bahwa Bu’uts harus direnovasi karena semakin banyaknya jumlah pelajar asing Al-Azhar. Lahannya diperluas hingga 17 hektar (hitungan Mesir). Pada awalnya, asrama ini hanya dapat menampung sekitar 5000 orang. Namun, setelah direnovasi, asrama ini dapat menampung jumlah yang sangat fantastis, yaitu sekitar 40.000 orang pelajar pertahun.
Bukan tak bermakna, Bu’ust dan semua orang yang didalamnya berharap bahwa setelah kembali ke negara masing-masing, pelajar-pelajar ini “bisa diandalkan” untuk menjadi utusan Al-Azhar (mab’ust al Al-Azhar), yang dapat menyebarkan dan mengaplikasikan wajah islam yang sesungguhnya, yaitu Islam yang damai. (Khairunnisa Panjaitan/Syari’ah al Islamiyah-Tk 2)