
“Kalau ingin beribadah sepuas-puasnya pergilah ke Mekkah, kalau ingin belajar ilmu sebanyak-banyaknya pergilah ke Mesir (Al-Azhar).” Begitulah kata Trimurti (Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor), penggambaran destinasi yang jelas, ke Mekah untuk ibadah, ke Azhar untuk belajar. Azhar adalah pusat ilmu dunia dari dulu sampai sekarang yang sudah terbukti hasilnya. Seperti Ibnu Khaldun, Imam Nawawi, Imam Syuyuthi, Ibnu Hajar, Ibn Hajib, Thaha Husein, Muhammad Abduh, dsb.
Masjid Al-Azhar mulai dibangun oleh Panglima Jauhar Al-Shiqilly atas perintah Khalifah Al-Mu’iz Lidinillah, Dinasti Fatimiyyah dan selesai pada Hari Sabtu 24 Jumada Al-Ula 359 H bertepatan dengan 7 Mei 970 M. Pembangunan Masjid Al-Azhar berlangsung selama 2 tahun lebih 3 bulan, setelah selesai pembangunan langsung digunakan pertama kali untuk shalat Jum’at pada 7 Ramadhan 361 H (23 Juni 972 M) sekaligus menandai peresmian bangunan masjid.[1]
Ruwaq(الرواق) adalah jamak dari arwiqoh (الأروقة) yang secara bahasa dapat diartikan sebagai bangunan beratap yang berada di masjid, gereja, atau tempat peribadahan yang lain dengan fungsi sebagai tempat belajar. Ruwaq juga disebut ruang tamu jika disandingkan rumah (ruwaq al-bait). Atau dinamai ruang pojokan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan dan bertukar pikiran.[2]
Jadi ruwaq sendiri adalah bangunan tambahan yang berada di sekitar masjid yang digunakan sebagai tempat bermukim sekaligus untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini seperti halnya santri yang belajar di asrama pesantren, hanya saja ruwaq menyatu dengan masjid. Masjid Azhar berbentuk satu bangunan terbuka di bagian tengahnya, dengan tiga ruwaq yang digunakan sebagai tempat belajar mengajar.
Pada awalnya, ruwaq adalah bagian atau ruangan dalam masjid yang masih kosong, yang terletak di sekeliling serambi masjid, memutari bagian tengah masjid khas Timur Tengah yang terbuka tanpa atap. Kemudian di ruangan itu diberi pemisah antara satu ruangan dengan ruangan lainnya dan diberi nama ruwaq, sebuah ruangan klasik Arab tempo dulu dengan ukiran-ukiran kaligrafi Arab kuno.
Kemudian Ruwaq Al-Azhar beralih fungsi sebagai tempat tinggal dan tempat belajar mengajar. Sistem kegiatan keilmuan keagamaan ini dikenal pada pemerintahan Mamalik, dan dihidupkan kembali setelah vakum selama 98 tahun dari 567-660 H (1171-1267 M)[3], yaitu sejak Dinasti Ayubiyah memerintah Mesir. Dinasti Ayubiyah menutup Masjid al-Azhar selama 100 tahun tersebut untuk menghilangkan pengaruh syi’ah di Mesir. Setelah pemerintahan diganti, masjid dibuka kembali dengan ajaran suni.[4]
Ruwaq sebagai tempat tinggal sendiri seperti tempat makan, pakaian, mandi, dan melakukan kegiatan sehari-hari, karena masyarakat mesir sangat menghormati tamu yang akan istirahat dan menuntut ilmu di Masjid Al-Azhar.
Yang menjadi daya tarik Al-Azhar Al-Syarif adalah ulama-ulamanya yang besar dan muridnya dari penjuru dunia, semuanya berbondong-bodong belajar di Azhar maka karena itu dibangun banyak ruwaq.
Pada abad ke-19 H, Syekh Abdul Hamid Nafi’ dalam kitabnya Adz-Dzail ‘ala al-Maqrizi menyebutkan nama-nama ruwaq yang berada dalam masjid Azhar. Pada pemerintahan Turki Ustmani tercatat ada 29 ruwaq, yang dibagi berdasarkan daerah atau negara asal masing-masing kelompok. Semisal Ruwaq Atrak untuk kelompok dari Turki, Ruwaq Jawi dari Nusantara, Ruwaq Maghoribah dari Maghrib (Maroko) dan masih banyak lagi, beberapa di antaranya ada Ruwaq al-Abbasi yang merupakan salah satu ruwaq yang berukuran cukup besar. Ruwaq ini dibangun pada masa Khedive Abbas Hilmi II, dan di sinilah nama ruwaq tersebut diambil.
Ada juga ruwaq berdasarkan 4 madzhab yaitu Ruwaq Syafi’iyah, Ruwaq Malikiyah, Ruwaq Hanafiyah dan Ruwaq Hanabilah. Selain itu juga dengan ruwaq penghuni bebas, yaitu daerah tertentu dam madzhah tertentu.
Kebanyakan ruwaq dihuni oleh orang yang berasal dari luar mesir, orang-orang miskin, orang yang putus sekolah untuk menuntut ilmu dan ada juga ruwaq khusus untuk orang Mesir yang berasal dari desa dan tidak punya tempat tinggal di Kairo.
Di setiap ruwaq terdapat syekh yang mengatur dan membimbing kegiatan ruwaq layaknya pengurus di pesantren.[5] Ada juga naqib al-ruwaq yang menjadi wakil syekh al-ruwaq, dia bertugas membantu dan mengurusi pendaftaran untuk belajar dan tinggal di ruwaq serta membagi pemberian dan sedekah dari masyarakat berupa makanan dan minuman, buku-buku dan lainnya.[6]
Di dalam ruwaq juga terdapat perpustakaan buku-buku, dimana boleh dipinjam oleh orang dari luar ruwaq dengan syarat dikembalikan secara utuh.[7]
Kajian-kajian yang diajarkan di ruwaq Azhar sangatlah banyak, salah satunya adalah materi fikih empat madzhab, Bahasa Arab, Hadist, Tafsir, Aqidah dan ilmu lainnya. Bahkan ilmu-ilmu umum seperti Matematika, Geografi, Astronomi, Kedokteran, Farmasi dan Sosiologi diajarkan di ruwaq Azhar.
Sistem administrasi Azhar pun juga sudah unggul, ada sistem ijazah keilmuan yang diberikan kepada murid oleh ulama pengajar yang disebut sebagai sanad. Metode yang digunakan adalah sistem talaqi, yaitu syekh memberikan pengajaran di setiap ruwaq kemudian para murid berbondong-bondong membawa buku dan duduk memperhatikan syekh menyampaikan ilmu dan hikmah.
Bahkan Al-Azhar pernah terkenal dengan Syekh al-Amuud (Syekh Tiang), di mana di setiap tiang terdapat guru dengan berbagai keahlian siap mengajar dan memberikan lautan ilmu.
Selain difungsikan sebagai tempat belajar mengajar, ruwaq juga digunakan sebagai tempat membagi-bagikan sedekah dari para dermawan dan bangsawan yang bermaksud untuk memakmurkan masjid dengan memberi santunan kepada mereka. Apalagi di setiap peringatan-peringatan agama seperti Ramadhan, Awal Tahun Hijriah, Maulid Nabi, Hari Raya Idul Adha dan Fitri, para murid ruwaq akan dihidangkan makanan, minuman, manisan, dan pemberian yang sangat melimpah.[8]
Salah satu Ruwaq yang dihuni oleh masyarakat Nusantara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand adalah Ruwaq Jawi. Ruwaq Jawi mencetak ulama-ulama nusantara berkaliber dunia dengan karya-karyanya, salah satu jebolan dari ruwaq ini yang terkenal adalah Syekh Nawawi al-Bantani.
Kemudian karena samakin banyaknya orang dari luar ingin belajar dan tinggal di Ruwaq Al-Azhar, dibangun asrama khusus Madinatu Al-Bu’uts Al-Islamiyah dekat dengan Masjid Al-Azhar lengkap dengan tempat untuk belajar, dapur, masjid, toko buku, perpustakaan, aula pertemuan, taman, dan hal lain untuk membantu proses belajar. Asrama ini dibangun oleh Syekh Azhar Muhamamd Musthofa Al-Maroghi.
Tapi terlepas dari semua itu, sekarang masih terdapat beberapa ruwaq yang digunakan untuk majlis ilmiah, yaitu Ruwaq Utsmaniyah, Ruwaq Fathimiyyah, Ruwaq Maghoribah, Ruwaq Al-Atrak dan Ruwaq Al-Abbasiyah. Ditambah Ruwaq Al-Qur’an Al-Karim dan Ruwaq Lughah Arabiyyah yang dibuka bulan Juli 2019 lalu.
Tak pernah sepi Masjid Azhar dari halaqah keilmuan hingga kini, ribuan orang jadi penjuru dunia bahkan dari Jepang, Cina, Rusia, Eropa, dan Amerika yang notabene bukan negara Islam, semuanya datang menimba ilmu di sini, maka tak salah jika Trimurti (Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor) mengatakan bahwa Al-Azhar adalah pusat ilmu. (Tri Wi Farma/Fakultas Bahasa Arab)
[1] Dr. Abdul Aziz Muhammad Al-Asynawi, Al-Azhar Jami’an wa Jami’atan (Juz 1), Kairo: Maktabah Anglo, hal. 24
[2] Al-Mujam al-Wajiz, cet. 2008, Wizarat Tarbiyah wa Ta’lim, hal. 282
[3] Dr. Abdul Aziz Muhammad Al-Asynawi, Op. Cit. hal. 105
[4] Ibid, hal. 93
[5] Ibid, hal. 224
[6] Ibid, hal. 226
[7] Ibid, hal. 226
[8] Ibid, hal. 219