
Kairo, FPIB-Untuk ketiga kalinya FPIB menggelar Sidang Permusyawaratan Anggota Tertinggi (SPAT) sejak dibentuk pada 2019 lalu. Sidang yang dilaksanakan di Aula KMNTB pada Rabu (30/11) tersebut terdiri dari Sidang Pleno 1 dan 2.
“Sebagaimana yang tertuang di AD/ART, SPAT diadakan 2 tahun sekali. Selain itu kami melihat AD/ART FPIB masih memiliki beberapa kekurangan. Dengan dua tahun berlalu sejak amandemen sebelumnya, dirasa cukup ideal bagi pengurus lama maupun tokoh-tokoh Bu’uts untuk meninjau lebih dalam mengenai korelasi AD/ART dengan realita di lapangan. Akhirnya lahirlah pasal-pasal yang lebih relevan,” ujar Ketua Dewan Pengawas Organisasi FPIB, Selsa Azzahra.
Jalannya persidangan diwarnai dengan keaktifan para peserta. Adu argumen dan diskusi terlihat jelas dalam pembahasan amandemen AD/ART FPIB. Terlebih saat pengahapusan pasal terkait penyelenggaran SPAT.
“Kami sangat mengapresiasi Tim Adhoc karena pemikiran mereka tentang SPAT dan keefektifannya membuat SPAT tahun ini dihapuskan. Tetapi digantikan oleh Sidang Istimewa sehingga menjadi program yang lebih baik. Jadi, apakah kami sedih? Justru tidak, karena digantikan dengan yang lebih baik,” jelas Selsa.
Adanya penghapusan pasal terkait mengakibatkan gelaran tersebut menjadi yang terakhir dalam sejarah FPIB. Karena amandemen hanya akan dilaksanakan dalam Sidang Istimewa atau SPA dengan ketentuan tertentu.
“Saya berterima kasih kepada seluruh peserta sidang, panitia penyelenggara, rekan-rekan presidium, Tim Adhoc, dan seluruh pihak terkait dalam amandemen ini. Disamping itu, saya merasa FPIB selalu dan terus-menerus membutuhkan orang yang tidak hanya bergerak dalam lingkup FPIB saja. Dalam artian mereka yang terjun di tempat lain kemudian FPIB memerlukan mereka sewaktu-waktu dan mereka akan dengan bersahaja kembali ke FPIB adalah bagian dari orang-orang yang kita butuhkan sudut pandangnya. Sehingga FPIB bisa menjadi lebih baik,” tutupnya.
Reporter: Nusaibah Masyfu’ah
Editor: Rima Hasna